Tentang Kesempurnaan Islam

September 28, 2009 - 6:44 am No Comments

Mengedepankan Dalil-dalil Syar’I daripada Akal dan Perasaan

Para pembaca yang dirahmati oleh Allah subhanahu wata’ala kaum muslimin perlu menyadari dan meyakini lebih dalam kesempurnaan agama Islam. Bahwa Islam telah menetapkan berbagai aturan dalam segala hal.Tak satu sisi kehidupan yang lepas dari aturan dan adab. Dalam Al-Qur’an dengan tegas Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian untuk kalian dan telah Aku sempurnakan nikmatKu atas kalian dan telah aku ridhoi Islam sebagai agama kalian…” (QS.Al-Maidah:3)

Seorang yahudi datang kepada khalifah Umar bin Al Khattab radiyallahu ‘anhu mengutarakan tentang perihal ayat tersebut dan berkata: ”Wahai amirul mukminin, sungguh ada satu ayat dalam kitab suci kalian yang senantiasa kalian baca. Jikalau ayat tersebut turun kepada kami (kaum Yahudi), niscaya waktu turunnya ayat tersebut kami jadikan sebagai hari raya.” Umar bertanya: ”Ayat apakah itu?” Lalu orang Yahudi itu membacakan QS.Al-Maidah di atas.(Lihat Tafsir Ibnu Katsir,2/20)
Tidak ada satu perintah pun yang ditetapkan syari’at, kecuali semuanya untuk kebaikan umat manusia seluruhnya.

Misalnya dalam masalah pakaian,Islam memiiki berbagai aturan. Semua itu diatur oleh Allah subhanahu wata’ala, Rabb yang paling mengerti tentang kodrat manusia. Namun teramat disayangkan, kode etik berpakaian yang diatur syari’at itu kini semakin luntur. Dunia kawula muda bahkan tak luput menjadi ajang komoditi para produsen pakaian. Berbagai macam mode dan gaya pakaian yang dilempar ke pasaran seakan menjadi job (penghasilan) besar bagi para pemain pasar. Berbagai upaya dilakoni agar bisa menarik minat muda-mudi untuk mendandani dirinya dengan gaya terkini.

Hasilnya bisa ditebak, berbagai pelanggaran syari’at marak digandrungi para pencinta mode. Lagi-lagi, ternyata pecandu berat mode yang menempati nomor satu berasal dari kaum hawa. Berbagai pakaian seronok malah laku keras di pasaran. Dari mulai pakaian yang super ketat hingga yang hampir-hampir tak ada lagi yang melekat jamak dijumpai di tempat-tempat umum. Belum lagi pakaian pria-wanita yang sudah hampir tidak bisa lagi dibedakan bentuk dan modelnya. Padahal jelas perkara tersebut merupakan sebab datangnya laknat Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Abbas radiyallahu’anhu berkata:
“ Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR.Al-Bukhari No.5885)

Bahkan ini merupakan sebab datangnya adzab Allah yang tidak hanya menimpa si pelaku saja, tetapi juga berdampak pada yang lainnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“ Dan peliharalah diri-diri kalian dari fitnah(adzab,siksaan) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kalian.Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya.” (QS.Al-Anfal:25)
Kalau mau diusut, ternyata pelakunya banyak berasal dari kalangan muslimah juga. Yang lebih parah lagi, menganggap menutup aurat dan mengenakan pakaian yang diatur syari’at merupakan satu bentuk kemunduran. Falsafah ini semakin mengental, ketika orang terlalu percaya bahwa kemajuan hanya terletak pada segala hal yang berbau serba Barat. Padahal Allah Ta’ala berfirman:
“…Dan hendaknya kaum wanita mengulurkan jilbabnya sampai ke dadanya…” (QS.An-Nur:31)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan dalam tafsirnya; ketika turun ayat ini, para shahabat lelaki dari kalangan Anshor radiyallahu’anhuma langsung membacakan ayat ini kepada istri, anak, saudara perempuan, dan segenap kerabatnya. Maka, tiadalah yang diperbuat para wanita Anshor itu melainkan mereka segera menyambut seruan ayat tersebut dengan bergegas mengulurkan kain kerudung ke tubuh mereka. Semua itu mereka lakukan karena didasari keimanan dan sikap pembenaran terhadap apa yang diturunkan Allah swt di dalam kitab-Nya yang mulia. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir,6/52)

Inilah sikap terpuji yang dilakukan para shahabat radiyallahu’anhuma dahulu. Mereka mengimani sepenuh hati terhadap ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala yang turun kepada mereka. Ketika turun perintah jilbab, para wanita mereka langsung bergegas menyambut perintah Allah subhanahu wata’ala yang mulia itu. Tak ayal, sikap inilah yang menjadikan mereka radiyallahu’anhuma sebagai umat terbaik. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam merekomendasikan mereka dalam sabdanya:
“ Sebaik-baiknya manusia adalah pada generasiku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya” (HR.Al-Bukhari No.2458,Muslim No.4601 dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu)

Namun sayangnya, aturan yang sudah baku dan mengandung hikmah yang agung ini masih saja hendak dipreteli (dibongkar) oleh pihak-pihak tertentu. Berdalih ingin mengangkat derajat kaum wanita, siang-malam mereka mencari-cari dalil untuk mementahkan syari’at wajibnya jilbab bagi wanita. Dengan beragam istilah dan redaksi yang terkesan intelek, aturan hukum wajibnya jilbab bagi wanita dinyatakan hanya sekedar adat istiadat orang Arab dulu, bukan kewajiban bagi setiap wanita. Ketika mereka disodori dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an tentang perintah wajibnya jilbab, dengan terlalu memaksakan diri mereka menyatakan bahwa ayat tersebut sudah tidak relevan lagi diterapkan di zaman sekarang.

Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan!!! Padahal dengan jelas Allah subhanahu wata’ala perintahkan kaum muslimah untuk mengulurkan jilbab ke tubuhnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan hendaknya kaum wanita mengulurkan jilbabnya sampai ke dadanya” (QS.An-Nur:31)

Bahkan para ulama bersepakat, bahwa tubuh wanita adalah aurat. Hanya saja mereka berbeda pendapat apakah wajah dan kedua telapak tangan termasuk aurat yang harus ditutupi atau tidak. Tidak ada satu pun ulama dari dulu hingga sekarang yang berpendapat bahwa jilbab tidak wajib bagi kaum wanita. Tidak juga berpendapat bahwa syari’at ini hanya untuk bangsa tertentu saja, akan tetapi untuk seluruh manusia dimanapun dan kapanpun juga. Dari Jabir radiyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda:
“…Dahulu para nabi hanya diutus untuk kaumnya saja.tetapi aku diutus untuk manusia seluruhnya.” (HR.An-Nasa’I dan Al-Baihaqi.Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Jami’ Ash Shaghir,no.1936)

Pelakunya pun masih itu-itu saja, yakni orang-orang yang acap menyerukan agar syari’at Islam perlu ditinjau (baca:rekonstruksi) ulang. Bermodal gelar master atau doktor dari Kanada, AS, atau negara Barat lainnya, mereka yang dielu-elukan oleh media anti Islam sebagai cendekiawan muslim, lancang mengotak-atik syari’at. Yang memilukan, upaya penggembosan Islam itu bahkan didalangi oleh akademisi yang berasal dari kampus-kampus berlabel “Islam”.
“ Mereka hendak memadamkan cahaya agama Allah dengan mulut-mulut mereka. Akan tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS.Ash-Shaff:8)

Sudah sepatutnya ketika seseorang menyatakan bahwa dirinya beriman kepada Allah swt, untuk menumbuhkan keyakinan dalam diri bahwa syari’at Allah tidak diciptakan sia-sia belaka. Namun mengandung banyak hikmah demi kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Meski, bisa jadi dengan keterbatasannya, manusia hanya bisa mengungkap sedikit sajahikmah dari berbagai perkara yang Allah subhanahu wata’ala syari’atkan.

Khitan, tidur berbaring ke kanan, tidak menghembuskan nafas dalam gelas ketika sedang minum, dan yang lainnya merupakan beberapa contoh kecil dari syari’at Islam yang kemudian tinjauan medis mengakui kebenarannya. Walaupun tanpa pengakuan ahli medis, seorang mukmin harus meyakini bahwa dalam syari’at Islam (dengan beberapa contoh diatas) terkandung kebaikan yang besar. Hal-hal yang dahulu dianggap sepele atau dipandang miring akhirnya justru dijadikan sebagai pola hidup sehat.

Namun itulah potret manusia. Kadang ia masih terlalu angkuh untuk menyadari kelemahannya. Seakan-akan dengan embel-embel zaman modern, manusia boleh melakukan segalanya. Padahal , sebagai muslim, wajib untuk mengedepankan dalil-dalil yang datangnya dari Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shalallahu’alaihi wassalam daripada akal yang amat sangat terbatas. Bukan dengan logika manusia yang dangkal, kita justru hendak mementahkan sebuah perintah sakral yang datang dari Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shalallahu’alaihi wassalam. Allah berfirman(artinya): ” Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula bagi wanita yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS.Al-Ahzab:36)
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman(artinya):
“ Dan demi Rabbmu (wahai Muhammad shalallahu’alaihi wassalam), mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan kepada mereka, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.An-Nisa:65)

Percayalah wahai kaum muslimin, paradigma berpikir dengan mengedepankan akal atas dalil dari Al-Qur’an ataupun hadits-hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam yang shahih adalah produk kaum orientalis yang terus di-cekok-kan (diserukan) untuk merusak aqidah kaum muslimin. Tinggalkan pola pikir seperi itu, saudaraku. Tinggalkan jauh-jauh! Jadikanlah akal dan perasaan kita selalu tunduk di bawah bimbingan Ilahi. Mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala selalu membimbing kita di atas cahaya agama-Nya. Amin ya Mujibas Sa’ilin.

(diambil dari buletin Al Ilmu edisi no.31/VIII/VII/1430)

Leave a Reply